Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML Atas

Kawan Pemburu Dari Kalipagu

 

Kawan Pemburu Dari Kalipagu

Kawan Pemburu Dari Kalipagu

Laron menjadi andalannya untuk memancing burung-burung indah di Gunung Slamet.

Untuk memenuhi kebutuhannya dan sang ibu, Ia pun memilih jalan hidup menjadi seorang pemburu. Berburu burung memang bukan pekerjaan utama bagi Slamet Karso. Namun pria pendek berkulit hitam ini cukup ahli dalam pekerjaan yang diakuinya sebagai sambilan, terutama untuk burung-burung di daerah pegunungan. 

Karso, begitu ia di panggil sehari-hari telah lama menjadi kawan pemburu dari teman-teman pengamat burung di Bio-Explorer Unsoed dan KSLB (Kelompok Suka Liat Burung) Purwokerto. Karsinnon, demikian terkadang para birwatcher menyamarkan namanya dengan MacKinnon, saking hafalnya dengan semua nama lokal jenis burung yang ada di gunung Slamet dan sekitarnya.

Pria berusia 23 tahun ini ternyata telah lama menekuni hobi berburu burung, “sejak umur 12 tahun saya sudah ikut orang belajar nangkap burung“, begitu ceritanya santai di bilik kecilnya di kaki G.Slamet pagi itu (2/12/06) sambil terus merakit tali-tali yang disebutnya trap burung. Sejak tamat Sekolah Dasar, Karso mulai serius berburu burung-burung di G. Slamet, uniknya pria murah senyum yang berkesan akrab ini menangkap burung dengan menggunakan umpan berupa buah dan serangga, “tergantung musimnya, kalau musim hujan ya…pake laron tapi kalau musim panas pake buah sedapatnya“. Keunikan caranya menangkap burung-burung cantik ternyata memiliki sejarah panjang berkaitan dengan namanya Slamet.

Nama Slamet diberikan oleh para tetangga dan teman-teman pemburunya karena keberuntungan nasib selamat dari sebuah peristiwa yang sempat membuatnya trauma untuk berburu burung lagi. Karso bercerita dengan santai, kala itu bersama kawannya ia berburu burung di hutan lereng selatan G. Slamet. Setelah seharian berburu, ia dan kawannya pulang dengan tangan kosong. “Ora enthuk manuk mas…(tidak dapat burung mas..)”. Tidak ada satu ekor burung pun yang berhasil ditangkap mereka hari itu, ditambah hujan turun dengan derasnya.

Dalam perjalanan pulang, ketika menyeberangi sungai yang berarus deras, kawannya tiba-tiba terseret arus air yang sangat kuat. Karso pun bermaksud hendak menolong, namun ikut terseret pula. Beruntung ia bisa menggapai pinggir sungai dan keluar dari arus air, meski dengan susah payah. Kawannya hilang dan mayatnya baru diketemukan setelah 3 hari kemudian, “bar kui aku ora nyekel manuk meneh mas….” sambil menghisap dalam-dalam rokoknya.

Sejak peristiwa tersebut, Karso berburu dengan memperhatikan perhitungan musim dan cuaca, selain itu ada hari dimana pemburu yang kadang kocak ini tidak boleh berburu sama sekali alias hari pantangan, yaitu hari Selasa Wage. Ceritanya, menurut kepercayaan para sesepuh pemburunya dihari itu para makhluk penunggu G.Slamet tidak mengijinkan siapapun berburu kepunyaan mereka (burung-red).

Karso alias Slamet alias Karsinon menjadi teman yang menyenangkan, kejeliannya terhadap suara dan keberadaan burung menjadi pelajaran bagi teman-teman birdwatcher ketika birdwatching di G. Slamet. Keahliannya itu sempat dimanfaatkan kawan-kawan Bio-Explorer Unsoed untuk menjadi juri di acara Bird Race 2005 lalu. Darinya pun teman-teman mengetahui segala informasi keberadaan jenis burung, keberadaan dan kemelimpahannya, belajar pula sedikit perilaku beberapa jenis burung dari pengalaman Karso selama ini.

Sosok pria yang sangat peka dengan keberadaan burung ini menjadi kawan akrab kami selama 3 hari di Kalipagu untuk mengikutinya berburu. Dengan senyum dan keramahannya ia dan ibunya menyambut kedatangan kami, bercerita di malam yang hujan deras dan dinginnya menusuk tulang, namun tak terasakan karena kehangatan kebersamaan sembari ditemani suguhan tempe mendoan keandalan dan kopi panas karya tangan masyarakat Kalipagu. 

Slamet Karso, pria lajang dengan kesederhanaannya mengenalkan kami pada seluruh peralatan yang akan di gunakannya berburu esok pagi (3/12/06) laron yang telah ditangkapnya langsung pada leng-nya (sarang), jaring yang telah di buntalnya, patok kayu yang dirakit untuk jebakan burung-burung semak, arit, besek untuk wadah burung yang tertangkap, tas ransel bututnya hingga pakaian lapangannya yang tampak kumal, serta mengajari banyak hal yang terkadang sering kita lupakan saat birdwatching di alam, seperti ketenangan. (Imam Taufiqurrahman. BIONIC-UNY)


Posting Komentar untuk "Kawan Pemburu Dari Kalipagu"